HARUSKAH AGAMA ? ?
HARUSKAH AGAMA ? ?
“Mengapa agama yang menjujung tinggi cinta & kedamaian menimbulkan perang begitu banyak di dunia ? “ sungguh tragis memang jika melihat keadaan dunia yang sekarang penuh dengan keributan dengan mengatasnamakan agama. Padahal dalam ajaran agama (dalam agama mana pun) semua menjujung tinggi cinta dan kedamaian. Saya akan mencoba dan memeriksa apa yang menyebabkan perang ini terjadi. Sangat sedikit yang saya perhatikan telah mengatakan apa-apa tentang orang-orang hanya bersikap jahat atau
jahat . berikut ini adalah apa yang sebenarnya menyebabkan perang ,menurut saya
;
Kesombongan
Kesombongan adalah salah satu penyebab terbesar dari perang. Manusia tidak tahan diletakkan dalam bentuk apapun dengan cara atau bentuk. Olahraga bintang banyak kali marah dan melawan hal-hal sepele.
Kebencian
Kebencian merupakan penyebab utama perang. Banyak membenci untuk alasan yang berbeda. Beberapa membenci karena "orang-orang" yang memiliki kemampuan lebih baik daripada kita. Beberapa karena mereka memiliki minyak dan kita inginkan, (mengingatkan pada perang di Irak menurut banyak orang). Bangsa melawan bangsa hanya untuk tujuan yang disebut bangsa terbaik.
Keserakahan
Orang yang selalu merasa berkurangan padahal nyatanya sudah berkelebihan, biasa disebut dengan istilah serakah atau tamak. Orang serakah biasanya menginginkan agar dirinya memiliki sesuatu paling banyak. Keinginannya itu tidak pernah berhenti. Apa yang sudah dimiliki, sekalipun sudah terlalu banyak, masih selalu dirasa kurang, dan karena itu masih ingin berusaha menambahnya.
Nafsu
Ada sekolompok orang menganggap hawa nafsu sebagai "syaitan yang bersemayam didalam diri manusia," yang bertugas untuk mengusung manusia kepada kefasikan atau pengingkaran.
Memperturuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat merusak potensi diri seseorang.
Sebenarnya setiap orang diciptakan dengan potensi diri yang luar biasa, tetapi hawa nafsu dapat menghambat potensi itu muncul kepermukaan. potensi yang dimaksud di sini adalah potensi untuk menciptakan keadilan, ketenteraman,keamanan, kesejahteraan, persatuan dan hal-hal baik lainnya.
Namun karena hambatan nafsu yang ada pada diri seseorang potensi-potensi tadi tidak dapat muncul kepermukan (dalam realita kehidupan). Maka dari itu mensucikan diri atau mengendalikan hawa nafsu adalah keharusan bagi siapa saja yang menghendaki keseimbangan, kebahagian dalam hidupnya karena hanya dengan berjalan dijalur-jalur yang benar sajalah menusia dapat mencapai hal tersebut.
Lalu muncul lagi sebuah pertanyaan “Jika percaya pada tuhan atau dewa-dewa yang baik, maka mengapa begitu banyak rasa sakit dan penderitaan yang disebabkan oleh agama - seperti Perang Salib, bom bunuh diri, dll, dll?”. Ini adalah pertanyaan yang sangat sering kita dengar, dan ada sejumlah cara untuk mendekati masalah ini. Saya ingin mencoba melakukan pendekatan ilmiah.
Pendekatan ini menjelaskan bahwa agama menyebabkan perang. Sama seperti, misalnya, alkohol menyebabkan mabuk dan sinar matahari membuat hal-hal yang tumbuh. Jika kita ingin menguji alkohol / mabuk atau matahari / hipotesis pertumbuhan secara ilmiah, apa yang akan kita lakukan? Cukup sederhana: Keluarkan alkohol dari minuman apa saja kita melayani dan melihat apakah klien kami masih mabuk. Sama dengan matahari / pertumbuhan teori: Hapus sinar matahari dan melihat apakah hal-hal yang masih tumbuh.
Dengan hipotesis / agama perang, kita tidak harus benar-benar melakukan studi klinis - itu telah dilakukan bagi kita. Pada abad ke-20, kita melihat perang yang paling bencana sejarah, baik di Eropa dan di Timur Jauh.Katakan padaku, yang dari mereka berpusat di sekitar perselisihan agama?
Sebagai peneliti, kita dipaksa untuk mengembangkan hipotesis alternatif: Ada lagi faktor umum untuk perang, jauh lebih umum daripada agama - dan itu adalah bahwa mereka diperjuangkan oleh manusia.
Bahkan, para rabi zaman Romawi mengajarkan bahwa Perdamaian (Shalom dalam bahasa Ibrani) adalah salah satu nama dari G-d.
Untuk seluruh dunia, tidak sampai bencana bencana Perang Dunia I bahwa orang-orang mulai menyadari perang yang tidak begitu menyenangkan setelah semua. Begitulah cara baru itu, kurang dari sembilan puluh tahun yang lalu, yang tiba-tiba perdamaian menjadi nilai dalam pikiran manusia.Kalau saja mereka mendengarkan nabi-nabi dan rabi beberapa ribu tahun yang lalu!
Saya tidak dapat berbicara atas nama agama lain, tapi saya dapat memberitahu anda ,bahwa banyak para nabi besar Yudaisme berbicara tentang nilai perdamaian bahkan di saat perang adalah negara diterima urusan. S kata 'Yesaya yang tertulis di dinding Perserikatan Bangsa-Bangsa: "Dan mereka akan menempa pedang mereka menjadi mata bajak, dan tombak mereka menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, mereka tidak akan lagi belajar perang lagi.."
Apakah agama sumber konflik ? persepsi beberapa bahkan banyak orang yang semakin menyeruak keluar. Berbagai krisis yang terjadi di Indonesia selama ini memperkuat tudingan bahwa agama merupakan salah satu faktorkalau bukan satu-satunyapemicu konflik sosial. Bahkan, AN Wilson, seperti pernah dikutip oleh Nurcholis Madjid, mengatakan, Agama adalah tragedi manusia. Ia mengajak pada yang paling luhur, paling murni, paling tinggi dalam jiwa manusia. Namun demikian, hampir tidak ada sebuah agama yang tidak bertanggung jawab atas berbagai peperangan, tirani, dan penindasan kebenaran.
Posisi agama sebagai faktor penyebab konflik ini memperkuat pandangan bahwa agama harus dipisahkan dari aspek kemasyarakatan (politik, ekonomi, dan sosial). Alasannya, jika agama dipakai dalam masalah kemasyarakatan, ia akan menyebabkan kekacauan, karena biasanya masing-masing agama mengklaim dirinya yang paling benar (monopoli truth claim). Jika demikian, muncul pertanyaan, aturan agama mana apa yang harus dipakai? Premis yang kemudian ditawarkan adalah sekularisme: agama hanya mengurus masalah individu manusia; agama tidak perlu berperan untuk mengatur masalah ekonomi, politik, atau pemerintahan. Kalaupun mau berperan dalam masalah tersebut, agama hanya berfungsi sebagai faktor moral (akhlak) seperti sikap jujur, adil, dan amanah dalam menjalankan masalah-masalah kemasyarakatan.
Untuk lebih memantapkan alasan pemisahan ini, agama seharusnya tidak menjadi landasan bagi negara. Ikatan antar unsur masyarakat pun jangan dilihat dari aspek negara, tetapi nasionalisme. Dalam ikatan nasionalisme, masyarakat harus mengedepankan unsur nation (kebangsaan) daripada unsur-unsur masyarakat yang lain seperti kesukuan (etnis), keluarga, dan terutama agama. Dalam hal terakhir ini, biasanya pihak Islam paling banyak disorot dalam konflik agama ini. Pasalnya, ajaran Islam tidak hanya mengajarkan masalah moral, tetapi lebih jauh mengatur secara tegas hubungan antarmanusia (ekonomi, politik, dan pemerintahan). Pihak Islamlah yang paling menginginkan adanya negara yang diatur oleh syariat Islam. Tuntutan untuk mendirikan negara Khilafah Islam ini kemudian menimbulkan ketakutan yang luar biasa, tidak hanya di kalangan non-Islam, tetapi juga di kalangan Islam yang menolak habis-habisan negara yang didasarkan pada syariat Islam ini.
Jika di pikir baik-baik persepsi di atas itu tidak dapat kita terima begitu saja, Salah satu kekeliruan berpikir dari sekularisme adalah premis yang menyebutkan agama sebagai sumber konflik sehingga agama harus dijauhkan dari kehidupan.
Kekeliruan ini didasarkan pada alasan:
(1) Tidak mungkin agama dihilangkan dalam kehidupan manusia. Agama merupakan naluri fitri yang tidak bisa dihilangkan dalam diri manusia. Naluri ini merupakan bagian integral dari kehidupan manusia; (2) Jika agama dihilangkan dalam kehidupan manusia, apakah ada jaminan bahwa konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat akan hilang? Jawabannya, jelas tidak. Konflik tetap saja akan muncul karena faktor lain seperti etnis, kekuasaan, kebangsaan, dan ekonomi; atau boleh jadi karena faktor wanita, harga diri, dan faktor-faktor lain.
Banyak pihak lupa bahwa pemikiran kapitalisme-sekularisme dan sosialisme-komunisme yang anti agama, dalam sejarahnya, juga banyak memicu konflik di dunia ini. Sekularisme, sejak awal pemunculannya dalam Revolusi Prancis, telah banyak menimbulkan korban ribuan jiwa, baik dari kalangan rakyat maupun penguasa (raja dan pendeta). Begitupun komunisme, sejak Revolusi Berdarah Bolsevick, telah menelan jutaan korban ketika merebut kekuasaan Kaisar Nicholas Tsar II dengan cara coup.
Dalam sejarahnya, penyebaran ide demokrasi, misalnyayang merupakan pemikiran penting dalam sekularismeoleh negara-negara Barat, penuh dengan darah. Atas nama sekularisme dan demokrasi serta kepentingan ekonomi, negara-negara Barat menjajah Dunia Ketiga pada masa kolonialisme. Atas dasar demokrasi dan HAM, Barat juga melakukan penyerangan kepada negara-negara yang tidak sejalan dengan kepentingan mereka seperti Sudan, Afganistan, Irak, Indonesia, Panama, dan Vietnam.
Sama halnya dengan nasionalisme. Ide ini juga membawa konflik pada seluruh kawasan dunia. Banyak negara yang saling berperang atas dasar nasionalisme. Negara Afrika saling berperang karena alasan nasionalisme. Begitupun Irak dan Iran, Irak dan Kuawit, atau India dan Pakistan. Perang Dunia I dan II pecah juga karena alasan nasionalisme. Inggris saling bertempur dengan Argentina karena masalah kepulauan Malvinas yang diklaim karena faktor kepentingan nasionalisme masing-masing.
Apalagi bagi kaum Muslim, nasionalisme menjadi racun yang sangat menyakitkan. Persatuan Dunia Islam, yang tadinya merupakan kekuatan tangguh yang menyatukan negeri-negeri Islam, kemudian tercabik-cabik hanya karena penyebaran ide nasionalisme ini. Wilayah kesatuan Kekhilafahan Islam kemudian terpecah dan menjadi negara-negara kecil yang tidak memiliki kekuatan dan sangat lemah. Barat kemudian melakukan pembagian negeri-negeri Islam dengan hanya menggunakan penggaris dan pensil.
Lebih ironis lagi, gara-gara nasionalisme ini, di antara negeri Islam pun saling bertikai. India pecah menjadi: Pakistan, India (yang dikuasai kemudian oleh mayoritas Hindu), dan Bangladesh; Irak menyerbu Kuwait; Mesir bertikai dengan Sudan; Iran perang berkepanjangan melawan Irak; dan banyak lagi. Alasan berperang biasanya seputar masalah perbatasan dan kepentingan nasional. Padahal, dulunya negeri-negeri Islam tersebut merupakan satu-kesatuan yang tidak terpisahkan. Antar penduduk kawasan negeri-negeri Islam saling bebas berkunjung dan tidak pernah dipersoalkan dari mana asal wilayahnya, karena memang merupakan satu kawasan Khilafah Islam. Mereka juga saling berbagi kemakmuran karena khalifah melihat negeri-negeri Islam sebagai satu kawasan yang seluruhnya harus dipenuhi kepentingan dan kesejahterannya.
Secara konsepsional maupun faktual, sekularisme inilah yang justru menjadi pangkal kerusakan manusia. Aturan-aturan yang didasarkan pada hawa nafsu dan kemanfaatan yang muncul dari ide sekularisme telah merusak manusia. Ide-ide itu tidak mampu secara benar membuat pengaturan agar manusia bisa menyalurkan naluri maupun kebutuhan jasmaninya secara benar.
Tentu, saja, motif-motif tersebut tidak selalu tunggal; kadang saling tumpang tindih, membentuk irisan, memicu atau mungkin saja sebatas melegalisasi. Namun yang jelas, penggunaan kekerasan bisa dilakukan oleh siapa saja (negara, kelompok, atau individu) dengan berbagai motifnya. Karena itu, upaya memojokkan Islam sebagai agama teroris atau identik dengan kekerasan, atau jihad sebagai kriminal adalah salah kaprah.
Demikian juga menjadikan agama sebagai penyebab segala bentuk kekerasan di dunia; jelas terlampau menyederhanakan masalah. Sebab, kekerasan juga dilakukan oleh mereka yang menganut ideologi Kapitalisme, bahkan Komunisme yang tidak bertuhan (ateis). Mengaitkan pelaku kekerasan dengan kelompok Islam juga salah kaprah. Sebab, kekerasan juga dilakukan oleh kelompok agama, suku, atau bangsa tertentu.
Dalam hal ini, Islam justru memberikan pemecahan yang tuntas dan menyeluruh atas berbagai konflik dan kekeliruan yang muncul akibat kelemahan manusia mengatur penyaluran naluri dan kebutuhan jasmani mereka.
Mungkin ada pertanyaan, bukankah ketika aturan Islam diterapkan akan menimbulkan ketidaksukaan orang lain? Artinya, ia berpeluang menimbulkan konflik juga? Jawabannya, konflik karena ketidaksukaan pihak lain, pasti terjadi pada ide apa pun. Pihak sekularisme juga pasti akan menghadapi orang-orang yang tidak setuju dengan ide ini. Akan tetapi, mengapa tidak pernah dikatakan oleh pihak sekularis bahwa karena ide sekularisme menimbulkan konflik maka ide ini harus dihilangkan?
Inilah kekeliruan dan ketidakjujuran cara berpikir sekularisme. Padahal, persoalan utama yang patut dibahas sebenarnya adalah aturan mana yang paling baik untuk mengatur pemenuhan kebutuhan naluri dan jasmani manusia; sekularisme (aturan manusia) ataukah agama (aturan Allah).
Ada 1 perang yang saat ini sangat menarik perhatian kita semua, yak! Israel & Palestina ,awalnya saya tak perduli dengan permasalahan itu. Namun lama kelamaan hal itu berhasil menyita keingin tahuan saya. Kenapa? Mengapa? Kapan berakhir? Pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepala saya. Sedikit demi sedikit saya mengetahui sejarah mengapa terjadi perang antara Israel dan palestina, yang katanya perang yang mengatasnamakan agama. Lets get the jam! :D
Sebelum kita menyebut peristiwa di Palestina itu adalah Perang Agama hendak lah kita tahu terlebih dahulu apa itu Yahudi :
Yahudi adalah agama tribal/kesukuan yang hanya bisa dianut oleh bangsa Yahudi. Agama ini tidak bisa disebarkan ke luar dari suku Yahudi. Oleh karena itu jumlahnya tidak berkembang. Hanya sekitar 14 juta pemeluknya di seluruh dunia. Sementara agama Kristen dan Islam karena disebarkan ke seluruh manusia dipeluk oleh milyaran pengikutnya.
Yahudi dan Zionisme
Setelah orang-orang Yahudi terusir dari Yerusalem pada tahun 70 M, mereka mulai tersebar di berbagai belahan dunia. Selama masa ‘diaspora’ ini, yang berakhir hingga abad ke-19, mayoritas masyarakat Yahudi menganggap diri mereka sebagai sebuah kelompok masyarakat yang didasarkan atas kesamaan agama mereka. Sepanjang perjalanan waktu, sebagian besar orang Yahudi membaur dengan budaya setempat, di negara di mana mereka tinggal. Bahasa Hebrew hanya tertinggal sebagai bahasa suci yang digunakan dalam berdoa, sembahyang dan kitab-kitab agama mereka. Masyarakat Yahudi di Jerman mulai berbicara dalam bahasa Jerman, yang di Inggris berbicara dengan bahasa Inggris. Ketika sejumlah larangan dalam hal kemasyarakatan yang berlaku bagi kaum Yahudi di negara-negara Eropa dihapuskan di abad ke-19, melalui emansipasi, masyarakat Yahudi mulai berasimilasi dengan kelompok masyarakat di mana mereka tinggal. Mayoritas orang Yahudi menganggap diri mereka sebagai sebuah ‘kelompok agamis’ dan bukan sebagai sebuah ‘ras’ atau ‘bangsa’. Mereka menganggap diri mereka sebagai masyarakat atau orang ‘Jerman Yahudi’, ‘Inggris Yahudi, atau ‘Amerika Yahudi’.
Kalangan Yahudi yang menyebarluaskan gagasan Zionisme adalah mereka yang memiliki keyakinan agama sangat lemah. Mereka melihat “Yahudi” sebagai nama sebuah ras, dan bukan sebagai sebuah kelompok masyarakat yang didasarkan atas suatu keyakinan agama. Mereka mengemukakan bahwa Yahudi adalah ras tersendiri yang terpisah dari bangsa-bangsa Eropa, sehingga mustahil bagi mereka untuk hidup bersama, dan oleh karenanya, mereka perlu mendirikan tanah air mereka sendiri. Orang-orang ini tidak mendasarkan diri pada pemikiran agama ketika memutuskan wilayah mana yang akan digunakan untuk mendirikan negara tersebut. Theodor Herzl, bapak pendiri Zionisme, pernah mengusulkan Uganda, dan rencananya ini dikenal dengan nama ‘Uganda Plan’. Kaum Zionis kemudian menjatuhkan pilihan mereka pada Palestina. Alasannya adalah Palestina dianggap sebagai ‘tanah air bersejarah bangsa Yahudi’, dan bukan karena nilai relijius wilayah tersebut bagi mereka.
Jadi sebelum kita menghubung - hubungkan peristiwa Palestina dgn hal - hal lain, ada baiknya kita memahami makna2 yang terlibat didalamnya.
Perang israel dan palestina bukan perang agama????
Saya mendapatkan kabar ini setelah mendapat forwarded email dari kawan saya. Berikut adalah isi dari artikel tersebut.
Radio Nederland menyiarkan bahwa Amerika mendukung Israel disebabkan AS diperintah oleh Kristen Fundamentalis. Kristen Fundamentalis bukanlah kekuatan dipolitik dan di Amerika boleh dikata tidak ada Partai Agama yang mampu merebut kekuasaan. Suatu siaran Radio Nederland yang sangat mengecewakan sebab di AS ada 2 partai yang besar : Partai Demokrat dan Partai Republik dan kedua partai tersebut selalu memperebutkan kursi presiden setiap 4 tahun dan didasarkan program, bukan didasarkan agama. Dipemerintahan Amerika, tidak dikenal pencampur adukan urusan agama dan urusan pemerintahan, mereka tidak peduli presiden agamanya apa. Maklum negeri yang sudah sangat maju dan sangat demokrasi, bahkan dalam aturan hidup sehari-hari seseorang dianggap tak mengenal aturan atau etiket kalau menanyakan agama seseorang. Agama adalah urusan Tuhan Allah dengan hambanya, jadi tak boleh orang perorangan ikut campur dan pemerintahan tak pernah mempersoalkan agama. Itulah negara maju, dan tak ada partai politik yang menggunakan agama untuk urusan kampanye dan tak ada hal-hal yang mencampur adukkan urusan agama dengan pemerintahan. Memang seharusnya agama adalah SAKRAL, jangan dikotori dengan urusan duniawi, apalagi penggunaan agama untuk mencari kedudukan politik. Negara-negara dimana masih ada politik
didasarkan agama adalah negara-negara terbelakang dan boleh dikata primitip karena seharusnya urusan agama tak perlu dicampur dengan urusan politik.
Apa sebabnya pemerintah Amerika memiliki kecendrungan dalam urusan Yahudi ? Di Amerika Serikat, kaum Yahudi merupakan lobi yang kuat terhadap pemerintahan sebab banyak orang-orang Yahudi terkemuka dan terpandang serta berkiprah kepolitik. Nama-nama Yahudi hampir disemua bidang : Steven Spielberg adalah jutawan sutradara kondang pencipta film-film hebat, Levy Strauss adalah merk celana jean bermerk Levy, MGM adalah perusahaan film zaman dulu dan didirikan oleh Goldman dan Meyer yang keturunan Yahudi. Albert Einstein, pakar fisika adalah orang Yahudi, Alan Greenspan, pakar
keuangan terkenal adalah orang Yahudi juga, demikian pula dengan menteri-menteri dipemerintahan selalu diisi oleh orang-orang yang dianggap pakar, beberapa diantaranya keturunan Yahudi. Pasar uang di Wallstreet banyak dikuasai oleh orang-orang Yahudi, dengan demikian tidak heran bahwa lobi Yahudi merupakan lobi yang kuat yang mampu mempengaruhi jalannya politik. Ada data yang mengatakan bahwa mayoritas anggauta konggres ( Dewan Perwakilan Rakyat ) adalah orang-orang keturunan Yahudi.
Masalah Israel lawan Palestina adalah masalah yang sangat pelik dan bukan urusan sederhana. Israel bereksistensi dengan pemilikan tanah yang juga dianggap tanah orang Palestina: jadi ada perebutan tanah untuk eksistensi masing-masing pihak. Persoalan ini sudah ribuan tahun dan tak pernah
selesai-selesai. Bagaimana masalah pendudukan orang-orang Yahudi muncul kembali ? Ribuan tahun yang lalu, bangsa Yahudi tersebar keseluruh dunia dan mereka berhasil dalam ekonomi sehingga menimbulkan geram dan iri hati kelompok saingannya. Orang-orang Yahudi menguasai perdagangan intan, menguasai Dunia Perbankan dan menguasai perindustrian sehingga pada masa berkuasanya Adolf Hitler di Jerman terjadi pembantaian besar-besaran kaumYahudi dan didirikan kamp-kamp konsentrasi untuk membinasakan orang-orang Yahudi. Berjuta-juta orang Yahudi dikumpulkan dari seluruh Eropa
dan dibunuhi di kamp-kamp konsentrasi, dengan kejadian ini timbullah idée untuk mengembalikan orang-orang Yahudi dan terbentuklah negara Israel: orang-orang Yahudi yang terlunta-lunta di Eropa kembali lagi ketanah yang sudah ditinggalkan, darisinilah muncul masalah pelik Israel lawan Palestina.
Itulah sebabnya negara-negara Barat menginginkan penyelesaian jalan damai dan berusaha mati-matian agar tercapai perdamaian. Sayang sekali dengan adanya orang-orang garis keras dikedua pihak menyebabkan upaya damai selalu kandas.
Apakah dalam perebutan tanah tersebut ada unsur perang agama ? Sama sekali tidak, sebab orang-orang Palestina ada juga yang memeluk agama Kristen. Suha Tawil, istri Yazer Arafat adalah seorang Kristen. Didaerah Timur Tengah banyak pejuang-pejuang beragama Kristen melawan Israel, misalnya George Habbash, pemimpin gerilya garis keras adalah juga seorang Kristen. Sedangkan orang-orang Israel umumnya beragama Yahudi dan tidak mengenal Jesus Kristus, jadi di Indonesia ada semacam fitnah yang dilakukan oleh orang-orang yang menganggap Yahudi adalah Kristen: sama sekali tidak benar. Jadi siaran Radio Nederland yang menyebut dukungan Kristen Fundamentalis juga bisa
dikategorikan fitnah atau KEBODOHAN, masak Radio Nederland tak mampu membedakan antara Yahudi dan Kristen ? Jadi demo-demo membela Palestina dengan menyebut sebagai Jihad adalah salah kaprah : lha wong orang Palestina juga ada yang Kristen ! Dengan demikian upaya menggunakan isu Palestina
untuk perang agama adalah suatu politik kotor atau ketolol-tololan, kegoblokan yang biadab. Jadi sekali lagi ditegaskan bahwa perang antara Israel lawan Palestina adalah perang perebutan tanah dan bukan perang agama, masalah pelik yang membuat penderitaan dikedua pihak.
Memang sulit bila memikirkan polemic yang terjadi di palestina sana. Sekarang kita dapat mengambil hikmah dari kejadian tersebut. Kita sebagai generasi penerus yang cinta akan kedamaian harus membangun dunia dengan cara yang baik ,meski apapun keadaannya. Tuhan pasti tau apa yang kita lakukan, jadi lakukan yang terbaik dan lakukan dengan ikhlas. Insya allah, barakah… amin J
Source :
http/:Wikipedia.com
http/:google.com
http://www.mail-archive.com/kuli-tinta@indoglobal.com/msg15154.html
http://www.e-samarinda.com/forum/Perang-Agama-t6080.html